Surat pernyataan dibuat dengan maksud untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang penting. Ada 4 (empat) macam surat pernyataan:

  1. Surat Pernyataan Diri;
  2. Hutang;
  3. Kesanggupan dan
  4. Kerja.

Surat pernyataan juga memiliki fungsi umum yang ditujukan untuk Pihak Pembuat, Pihak Penerima, dan juga Pihak yang dinyatakan dalam Surat Pernyataan.

Secara hukum, surat pernyataan hanya akan memiliki kekuatan mengikat secara hukum dan kekuatan pembuktian setara dengan akta autentik jika diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepada orang yang menandatanganinya.

Hal ini diatur dalam Pasal 1875 KUHPerdata yang menyatakan:

“Jika seseorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripadanya tidak mengakuinya, maka hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka pengadilan.”

Sebagaimana putusan Mahkamah Agung No. 3901K/Pdt/1985 tanggal 29 November 1988 menyatakan:

“Surat bukti yang merupakan pernyataan belaka dari orang-orang yang memberi pernyataan tanpa diperiksa di persidangan, tidak mempunyai kekuatan pembuktian apa-apa atau tidak dapat disamakan dengan kesaksian”

Oleh karena itu, Surat pernyataan kuat menjadi bukti apabila diakui oleh orang yang membuat pernyataan dan berdasarkan keterangan/penjelasan dalam persidangan terkait surat pernyataan tersebut.

Namun menurut saya, tidak seharusnya surat pernyataan tersebut dianggap menjadi kertas yang kosong jika tanpa adanya pengakuan atau pemeriksaan di pengadilan. Karena pada dasarnya, surat pernyataan tersebut dapat dibuat menjadi bukti permulaan atau bukti tambahan dalam proses pembuktian dalam perdata atau pidana.

Apabila masih ada yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan lebih lanjut dan/atau Pendampingan Hukum, silahkan hubungi ke 0811-9351-804 atau klik kontak kami dibawah ini.