1. Kontrak Lisan
Kontrak Lisan adalah suatu kontrak yang dibuat oleh para pihak secara lisan (oral contract), tidak tertulis dalam akta dibawah tangan maupun akta otentik. Dalam kontrak lisan, terkandung suatu janji yang mengungkapkan kehendak atas sesuatu yang pastinya ada suatu hal yang diperjanjikan.
Nilai pembuktian pada kontrak lisan ini sangat lemah apabila ada salah satu pihak yang menolak adanya suatu kontrak tersebut atau menolak klausul yang mereka perjanjikan secara lisan. Maka sudah semestinya kontrak dibuat secara tertulis baik dibawah tangan ataupun akta otentik agar pembuktian terkait hak dan kewajiban dari para pihak yang dimuat dalam kontrak tertulis tersebut mudah untuk dibuktikan apabila terjadi sengketa. Namun pada intinya kontrak lisan diperbolehkan dalam hukum dan mengikat para pihak namun sangat lemah dalam pembuktian.
2. Kontrak Tertulis Dalam Akta Bawah Tangan
Pasal 1874 KUHPerdata, AktaDibawah Tangan adalah “surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang berwewenang untuk dijadikan alat bukti”. Jadi kontrak dibawah tangan dibuat antara para pihak dan bentuk suratnya bebas sesuai kesepakatan para pihak. Yang terpenting bagi kontrak tertulis dalam akta dibawah tangan itu terletak pada tanda tangan para pihak.
Memperhatikan substansi Pasal 1874 Jo. Pasal 1875 dan PAsal 1876 KUHPerdata dapat dipahami bahwa bentuk dan kekuatan/nilai pembuktian kontrak tertulis dalam akta dibawah tangan adalah mempunyai nilai pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari satu pihak. Dan hal tersebut dapat dinyatakan sebagai bukti yang sempurna seperti akta otentik (Vide Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 775 K/Sip/1971 tanggal 6 Oktober 1971). Jika ada satu pihak tidak mengakuinya, maka beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut, dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.
3. Akta Tertulis Dalam Akta Otentik
Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan Akta Otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat dimana akta itu dibuat.
Akta otaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh persyaratan materil (substantif) dan persyratan formil (Prosedural) pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut melalui proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai dibawah tangan. Apabla sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada hakim. Nilai pembuktian akta otentik yaitu:
- Lahiriah (uitwedje bewjskracht), yaitu kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica probant sese ipsa);
- Formal (formale bewjskracht);
- Material (materiele bewjskracht).
Leave A Comment