Berdasarkan Pasal 197 ayat 1 huruf F KUHAP menyatakan Surat putusan pemidanaan memuat: f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

Ayat 2 “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum”.

Lebih spesifik, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor: 1827.K/Pid/ 1988 Tanggal 11 September 1991 mempertegas hal tersebut dengan pertimbangan;

Hakim Banding yang merobah atau memperberat lamanya hukuman penjara Terdakwa hanya dengan menyebutkan alasan: bahwa hukuman yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa ini harus setimpal dengan perbuatannya, menurut Mahkamah Agung RI, adalah belum cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd).

Hakim dalam menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa yang dinyatakan, terbukti bersalah melakukan perbuatan pidana, maka Hakim dalam putusannya “wajib” memberikan alasan dan pertimbangan tentang keadaan yang “memberatkan” dan yang “meringankan” hukuman Terdakwa tersebut. Bila hal ini dilalaikan oleh judex facti, maka putusannya adalah batal demi hukum, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 197 ayat (1) huruf “f” dan ayat (2) dari U.U. No. 8/1981.

Berdasarkan hal tersebut, Hakim yang memperberat hukuman bagi Terdakwa dalam tingkat bandng atau Kasasi dengan tidak mempertimbangkan secara spesifik akan hal itu maka dapat dinyatakan putusan tersebut batal demi hukum dan ajukan upaya hukum.

Apabila masih ada yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan lebih lanjut dan/atau Pendampingan Hukum, silahkan hubungi ke 0811-9351-804 atau klik kontak kami dibawah ini.