Pasal 153 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja menyatakan “Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan”;

a. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;

b. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. Menikah;

e. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

f. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya didalam satu perusahaan;

g. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku,warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik,atau status perkawinan; dan

j. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja karena alasan-alasan tersebut diatas, maka PHK tersebut batal demi hukum dan Pekerja wajib dipekerjakan kembali (Pasal 153 ayat 2).

Namun ada hal-hal yang menyebabkan pengusaha dapat melakukan PHK kepada pekerja sebagaimana ketentuan Pada pasal 154 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan alasan-alasan PHK sebagai berikut:

a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh;

b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;

c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;

d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur);

e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

f. Perusahaan pailit;

g. Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:

  1. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/ buruh;
  2. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  3. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu;
  4. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
  5. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
  6. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan
    pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

h. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja;

i. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:

  1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
  2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
  3. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

j. Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;

k. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

l. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;

m. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

n. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau

0. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Selain hal-hal tersebut, pemutusan hubungan kerja dapat ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian kerja bersama (Pasal 154A ayat 2). Akan tetapi, meskipun pengusaha dapat mem-PHK karena alasan-alasan sebagaimana yang dimaksud Pasal 154 A, Pengusaha wajib memberikan hak-hak normatif Pekerja seperti Pesangon, Uang Pengahargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak dll..

Apabila masih ada yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan lebih lanjut dan/atau Pendampingan Hukum, silahkan hubungi ke 0811-9351-804 atau klik kontak kami dibawah ini.