Pasal 1 angka 1 UU RI Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menjelaskan:

Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”.

Berdasarkan Pasal 151 ayat 3 dan 4 klaster ketenagakerjaan UU RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan Jo. Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 2 tahun 2004 menyatakan pada pokoknya yakni Dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak pemutusan hubungan kerja, penyelesaian pemutusan hubungan kerja wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja serikat buruh.

Contoh untuk melakukan Bipartit:

A dipecat oleh perusahaan dengan alasan tertentu, namun A tidak sepakat dengan pemecatan tersebut karena melanggar ketentuan UU atau peraturan perusahaan. Langkah pertama kali yang wajib ditempuh oleh A yaitu mengajukan undangan ke perusahaan untuk memusyawarahkan pemecatannya dan berunding untuk penyelesaiannya. Ini lah yang dimaksud dengan Bipartit.

Jika dalam musyawarah tersebut tidak ada kata sepakat atau deadlock, maka si A dapat menempuh langkah hukum berikutnya yaitu mengajukan permohonan pencatatan perselisihan ke suku Dinas Ketenagakerjaan setempat (sesuai domisili perusahaan) dengan melampirkan bukti bipartit. (Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 2 tahun 2004 Jo. Pasal 151 ayat 4 UU Cipta Kerja Klaster ketenagakerjaan).

Kemudian setelah menerima pencatatan perselisihan dari Suku Dinas Ketenagakerjaan, Instansi tersebut akan menawarkan proses penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase kepada para pihak. Jika dalam waktu 7 hari tidak ada pemilihan proses penyelesaian, maka akan ditetapkan proses penyelesaian melalui mediator pada suku dinas ketenagakerjaan (Pasal 4 ayat 4 UU Nomor 2 tahun 2004).

Pada proses tersebut, para pihak akan melampirkan bukti-bukti terkait dan dalil-dalil yang mendukung pernyataannya. Apabila tidak ada kesepakatan dalam proses tersebut, maka mediator membuat atau menyerahkan anjuran/kesimpulan kepada Para pihak.

Anjuran tersebut tidak memaksa dan mengikat, namun anjuran tersebut menjadi syarat untuk mengajukan Gugatan perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial yang mana Gugatan tersebut menjadi langkah terakhir untuk proses penyelesaian perselisihan dalam bidang ketengakaerjaan.

Demikian penjelasan upaya atau langkah hukum terhadap perselisihan dalam bidang ketenagakerjaan.

Apabila masih ada yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan lebih lanjut dan/atau Pendampingan Hukum, silahkan hubungi ke 0811-9351-804 atau klik kontak kami dibawah ini.