Pasal 10 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berbunyi:

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

Selain dari hal tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menambahkan kewenangan dari praperadilan. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, diputuskan bahwa ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan. Adapun salah satu pertimbangan hukumnya, penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap Hak Asasi Manusia, maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum Pranata Praperadilan

Mengenai batas Gugurnya pengajuan Praperadilan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 102/PUU-XIII/2015 tentang batas gugurnya Praperadilan menyatakan:

“Menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa suatu perkara sudah mulai diperiksa” tidak dimaknai “permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon praperadilan.

Maksud dari Putusan MK tersebut, menegaskan bahwa permohonan praperadilan gugur bilamana Jaksa Penuntut Umum [“JPU”] sudah membacakan Surat Dakwaan di Pengadilan, sehingga sepanjang belum dibacakan Surat Dakwaan oleh JPU maka, pemeriksaan Praperadilan oleh Hakim harus berjalan terus. Selengkapnya amar putusan MK tersebut.

Apabila masih ada yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan lebih lanjut dan/atau Pendampingan Hukum, silahkan hubungi ke 0811-9351-804 atau klik kontak kami dibawah ini.